PUBLIC SERVICE
(PELAYANAN PUBLIK)
Definisi
Pelayanan
publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa
pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Penyelenggara
Berdasarkan
organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.
Pelayanan publik atau pelayanan umum yang
diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau
jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta,
PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta.
2.
Pelayanan publik atau pelayanan umum yang
diselenggarakan oleh organisasi publik. Yang dapat dibedakan lagi
menjadi :
1.
Yang bersifat primer dan,adalah semua penye¬diaan
barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya
pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak
mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi,
pelayanan penjara dan
pelayanan perizinan.
2.
Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk
penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang
di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa
penyelenggara pelayanan.
Karakteristik
Ada
lima karakteristik yang dapat dipakai untuk
membedakan ketiga jenis penyelenggaraan pelayanan publik tersebut, yaitu:
1.
Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat
perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna.
2.
Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi
tawar pengguna/klien, maka akan semakin tinggi pula peluang pengguna untuk
meminta pelayanan yang lebih baik.
3.
Type pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah
penyelenggara pelayanan yang ada, dan hubungannya dengan pengguna/klien.
4.
Locus kontrol. Karakteristik ini
menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas transaksi, apakah pengguna ataukah
penyelenggara pelayanan.
5.
Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan
pengguna atau penyelenggara pelayanan yang lebih dominan.
Undang-Undang Pelayanan Publik
Undang-Undang
Pelayanan Publik (secara resmi bernama Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik) adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan
itu sendiri. perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi
yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan
kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan
perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam
kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.
Negara
berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membangun kepercayaan
masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik
merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan
seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik, sebagai
upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta
terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas, sebagai
upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik
sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk
memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan
wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Pengertian
Dalam
Undang-Undang Pelayanan Publik terdapat pengertian. Pelayanan publik merupakan
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik, Penyelenggara pelayanan publik atau Penyelenggara merupakan
setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang
dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan
hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik, Atasan
satuan kerja Penyelenggara merupakan pimpinan satuan kerja yang
membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan
pelayanan publik, Organisasi penyelenggara pelayanan publik atau Organisasi
Penyelenggara merupakan satuan kerja penyelenggara pelayanan publik
yang berada di lingkungan institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga
independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik,
dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan
publik, Pelaksana pelayanan publik atau Pelaksana merupakan
pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam Organisasi
Penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan
pelayanan publik, Masyarakat merupakan seluruh pihak, baik
warga negara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan
hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara
langsung maupun tidak langsung, Standar pelayanan merupakan
tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan
acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji Penyelenggara
kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau, dan terukur, Maklumat pelayanan merupakan
pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang
terdapat dalam standar pelayanan, Sistem informasi pelayanan publik atau Sistem
Informasi merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan
pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari Penyelenggara
kepada masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan Latin, tulisan
dalam huruf Braile, bahasa gambar, dan/atau bahasa lokal, serta disajikan
secara manual ataupun elektronik, Mediasi merupakan
penyelesaian sengketa pelayanan publik antarpara pihak melalui bantuan, baik
oleh ombudsman sendiri maupun melalui mediator yang dibentuk oleh
ombudsman, Ajudikasi merupakan proses penyelesaian sengketa
pelayanan publik antarpara pihak yang diputus oleh ombudsman, Menteri merupakan
menteri dimana kementerian berada yang bertanggung jawab pada bidang
pendayagunaan aparatur negara, Ombudsman merupakan sebuah
lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan
publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan
termasuk yang diselenggarakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, dan badan hukum milik negara serta badan swasta, maupun perseorangan
yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Asas dan tujuan
Undang-Undang
ini berasaskan pada kepentingan umum, adanya kepastian hukum, adanya
kesamaan hak, adanya keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan,
partisipatif, persamaan dalam perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan,
akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan
waktu dan kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan dan bertujuan agar
batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan
kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik,
menjalankan sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan
asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik dalam penyelenggaraan
pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan memberikan
perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam mendapatkan
penyelenggaraan pelayanan publik.
Pembina dan penanggung jawab
Pembina
dalam penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pimpinan lembaga negara,
pimpinan kementerian, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan
lembaga komisi negara atau yang sejenis, dan pimpinan lembaga lainnya terhadap
pimpinan lembaga negara dan pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis
yang dibentuk berdasarkan undang-undang, gubernur pada tingkat provinsi melaporkan
hasil perkembangan kinerja pelayanan publik masing-masing kepada dewan
perwakilan rakyat daerah provinsi dan menteri dan bupati pada tingkat kabupaten
beserta walikota pada tingkat kota wajib melaporkan hasil perkembangan kinerja
pelayanan publik masing-masing kepada dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota dan gubernur dan penanggung jawab [5] mempunyai tugas untuk mengoordinasikan
kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan standar pelayanan
pada setiap satuan kerja, melakukan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik
dan melaporkan kepada pembina pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik di
seluruh satuan kerja unit pelayanan publik, Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pendayagunaan aparatur negara bertugas merumuskan kebijakan nasional
tentang pelayanan publik, memfasilitasi lembaga terkait untuk menyelesaikan
permasalahan yang terjadi antarpenyelenggara yang tidak dapat diselesaikan
dengan mekanisme yang ada, melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja
penyelenggaraan pelayanan publik dengan mengumumkan kebijakan nasional tentang
pelayanan publik atas hasil pemantauan dan evaluasi kinerja, serta hasil
koordinasi, membuat peringkat kinerja penyelenggara secara berkala; dan dapat
memberikan penghargaan kepada penyelenggara. Dan penyelenggara dan seluruh
bagian organisasi penyelenggara bertanggung jawab atas ketidakmampuan,
pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan.
Ruang Lingkup
Dalam
perundangan-undangan pelayanan publik ini meliputi pelayanan barang publik dan
jasa publik serta pelayanan administratif yaitu pendidikan, pengajaran,
pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan
hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya
alam, pariwisata[8].
Pelayanan publik ini mengatur pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan dan pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara.
Pelayanan publik ini mengatur pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan dan pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara.
Pelayanan
atas jasa publik merupakan penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, suatu badan usaha yang
modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara
dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan dan pembiayaannya tidak bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya
bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi
ketersediaannya menjadi misi negara.
Skala kegiatan pelayanan publik didasarkan pada ukuran besaran biaya tertentu yang digunakan dan jaringan yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik untuk dikategorikan sebagai penyelenggara pelayanan publik yaitu tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda termasuk tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.
.
Skala kegiatan pelayanan publik didasarkan pada ukuran besaran biaya tertentu yang digunakan dan jaringan yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik untuk dikategorikan sebagai penyelenggara pelayanan publik yaitu tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda termasuk tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.
.
Organisasi
Organisasi
Penyelenggara berkewajiban menyelenggarakan pelayanan publik sesuai dengan
tujuan pembentukan meliputi pelaksanaan pelayanan, pengelolaan pengaduan
masyarakat, pengelolaan informasi, pengawasan internal, penyuluhan kepada
masyarakat dan pelayanan konsultasi.
Teori Konsep Kualitas Pelayanan Publik
Usai
sholat subuh, muncul lagi niat untuk menulis postingan lagi. setelah cari-cari
bahan, akhirnya ketemu satu bahan yg cukup menarik untuk diposting. untuk
postingan kali ini saya tertarik dgn pokok bahasan teori konsep dari kualitas
pelayanan publik. kita mulai dari teori konsep tentang kualitas. menurut goetsh
dan davis (dalam tjiptono, 1996:51) mengartikan kualitas sebagai suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan. berbeda halnya dengan ibrahim (1997:1)
yang mendefinisikan kualitas sebagai suatu strategi dasar bisnis yang
menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan internal dan
eternal, secara eplixit dan implisit. sedangkan gazpersz (1997:4) membedakan
pengertian kualitas dalam dua pengertian, yaitu : definisi konvensional dan
definisi strategik. definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan
karakteristik langsung dari suatu produk seperti : performansi (performance),
keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika
(esthetics) dan sebagainya. sedangkan definsi strategik menyatakan bahwa
kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan
pelanggan (meeting the needs of costumers). mengacu kepada kedua definisi
tersebut, sehingga menurut gaspersz (1997:5) bahwa : pada dasarnya kualitas
mengacu kepada keistimewaan pokok, baik keistimewaan langsung maupun
keistimewaan aktraktif yang memenuhi keinginan dan kepuasan pelanggan serta
segala sesuatu yang bebas dari kekurangan dan kerusakan. sedangkan triguno
(1997:76) mendefinisikan kualitas sebagai : suatu standar yang harus dicapai
oleh seorang/kelompok/lembaga/ organisasi mengenai kualitas sumber daya
manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk yang berupa
barang dan jasa. selanjutnya ia juga mengatakan bahwa berkualitas mempunyai
arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal, dalam arti
optimal pemenuhan atas tuntutan/persyaratan pelanggan/masyarakat. garvin (dalam
lovelock, 1994; ross, 1993) memahami perbedaan pengertian kualitas dari
berbagai ahli, karena itu garvin mengelompokkan pengertian kualitas tersebut
dalam lima perspektif, dimana kelima macam perspektif inilah yang bisa
menjelaskan mengapa kualitas bisa diartikan secara beraneka ragam oleh orang
yang berbeda dalam situasi yang berlainan. kelima macam perspektif kualitas
tersebut menurut garvin adalah sebagai berikut : 1. transcedental approach,
yang memandang kualitas sebagai innate excellence, dimana kualitas dapat
dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan. 2.
product based approach, yang menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik
atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur. 3. user based
approach, yang memandang bahwa kualitas tergantung kepada orang yang
memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang
merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. 4. manufacturing based
approach, yang memandang bahwa kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan
persyaratan (comformance to requirements). dalam sektor jasa, dapat dikatakan
bahwa kualitasnya bersifat operations driven. 5. value based approach, yang
memandang kualitas dari segi nilai dan harga dengan mempertimbangkan trade off
antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai "affordable
exellence". berdasarkan uraian di atas, garvin menyimpulkan bahwa pada hakekatnya
kualitas akan mengacu pada kreteria sebagai berikut : 1) kondisi produk/jasa 2)
strategi dasar yang menghasilkan jasa 3) karakerisitik produk 4) keistimewaan
produk yang bebas dari kekurangan dan kerusakan 5) standard yang harus dicapai.
kelima kriteria tersebut pada akhirnya diarahkan untuk memenuhi dan memuaskan
pelanggan/consumer atau masyarakat. dalam hal ini kualitas suatu produk atau
jasa hanya dapat ditentukan oleh pelanggan sendiri, karena merekalah yang
merasakan produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi baik bisnis
maupun publik. oleh karena itu kualitas selalu berfokus pada pelanggan
(custumer focused quality). kualitas pada dasarnya terkait dengan pelayanan
yang terbaik, yaitu suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan atau
masyarakat secara memuaskan. menurut triguno (1997:78) pelayanan yang terbaik,
yaitu "melayani setiap saat, secara cepat dan memuaskan, berlaku sopan,
ramah dan menolong, serta profesional dan mampu". sedangkan menurut
tjiptono (1996:58) secara garis besar ada empat unsur pokok yang terkandung di
dalam pelayanan yang unggul (service excellence), yaitu : 1. kecepatan. 2.
ketepatan. 3. keramahan. 4. kenyamanan. keempat komponen tersebut merupakan
satu kesatuan yang terintegrasi, artinya pelayanan menjadi tidak excellence
bila ada komponen yang kurang. kualitas jasa atau layanan yang baik akan dapat
memberikan kepuasan kepada masyarakat, yang pada akhirnya akan menciptakan
loyalitas masyarakat kepada organisasi (institusi) yang bersangkutan.
selanjutnya wyckof (dalam tjiptono, 1996:59) mengartikan kualitas jasa atau
layanan, yaitu : tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas
tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan". ini
berarti, bila jasa atau layanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan
diharapkan, maka kualitas jasa atau layanan dipersepsikan baik dan memuaskan,
jika kualitas jasa atau layanan yang diterima lebih rendah dari yang
diharapkan, maka kualitas jasa atau layanan akan dipersepsikan buruk. dengan
demikian, fungsi pemerintah bukan hanya terbatas pada aktivitas pemberian
pelayanan kepada masyarakat, tetapi juga harus menjamin bahwa pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat tersebut betul-betul berkualitas. berdasarkan
sendi-sendi kualitas pelayanan kepada masyarakat tersebut, maka secara umum
sendi-sendir tersebut telah mencerminkan karakteristik pelayanan yang
diinginkan pelanggan yaitu pelayanan yang lebih cepat (faster), lebih murah
(cheaper) dan lebih baik (better) (gazperzs, 1997:12)
Pemerintah dan Pelayanan Publik
tujuan
utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban
didalam mana masyarakat bisa menjalani kehidupan secara wajar. pemerintahan
modern pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. pemerintah tidaklah diadakan
untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan
kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan
kreativitasnya demi mencapai kemajuan bersama.
dalam ilmu pemerintahan, ndraha (2000:7) mengemukakan bahwa: sebagai unit kerja publik, pemerintah bekerja guna memenuhi (memproduksi, mentransfer, mendistribusikan) dan melindungi kebutuhan, kepentingan dan tuntutan pihak yang diperintah sebagai konsumer dan sovereign, akan jasa-publik dan layanan civil, dalam hubungan pemerintahan.
dengan demikian, masyarakat sebagai konsumer produk-produk pemerintahan berhadapan dengan pemerintah sebagai produser dan distributor dalam posisi sejajar, yang satu tidak berada dibawah yang lain. oleh karena itu posisi yang diperintah sebagai konsumer erat sekali berkaitan dengan posisi sovereign. melalui posisi sebagai sovereign, masyarakat memesan, mengamanatkan, menuntut dan mengontrol pemerintah, sehingga jasa publik dan layanan civil bisa dirasakan oleh setiap orang pada saat dibutuhkan dalam jumlah dan mutu yang memadai.
lebih lanjut ndraha (1999:58) mengemukakan bahwa : public dalam public policy yang menjadi dasar bagi pelayanan-publik adalah hal yang menyangkut kepentingan masyarakat umum. berbeda dengan jasa-pasar yang dapat dijual-belikan menurut mekanisme pasar (misalnya jasa bank, jasa swasta, jasa dokter), jasa publik (produk yang menyangkut kebutuhan hidup orang banyak, dari masyarakat lapisan bawah, seperti air minum, jalan raya, listrik, telkom, proses produksinya disebut pelayanan-publik) diproduksi dan dijual-belikan dibawah kontrol pemerintah.
untuk mengetahui ukuran yang dipertimbangkan publik dalam menilai kualitas pelayanan, rene t. domingo dalam triguno (1999:77) mengemukakan bahwa “ dimensi kualitas pelayanan dapat dikur melalui waktu, ketepatan, kehormatan, kepekaan, kelengkapan, kesiapan, kenyamanan dan lingkungan ”.
sedangkan gaspersz dalam lukman (1998:8) mengemukakan dimensi kualitas pelayanan meliputi :
1.ketepatan waktu pelayanan
2. akurasi pelayanan
3. kesopanan, keramahan dalam memberikan pelayanan
4. tanggung jawab
5. kelengkapan
6. kemudahan mendapatkan pelayanan
7. variasi model pelayanan
8. pelayanan pribadi
9. kenyamanan dalam memperoleh pelayanan dan
10. atribut pendukung pelayanan lainnya.
bahwa terdapat perbedaan antara pelayanan dengan layanan, sebagaimana dijelaskan ndraha (1998:6) “ pelayanan (proses) meliputi input, proses, output dan outcome sedangkan layanan (output) hanya mencakup output dan outcome saja”. berdasarkan pemahaman tersebut, maka dalam penelitian ini yang menjadi fokus kajian adalah outputnya saja (layanan).
pelayanan kepada masyarakat merupakan suatu bentuk interaksi atau hubungan antara penyedia layanan dan penerima layanan. dengan kata lain dalam hubungan pemerintahan terkandung makna adanya organisasi yang memerintah dan masyarakat yang diperintah.
birokrasi merupakan organisasi atau unit kerja publik yang berfungsi sebagai provider layanan. konsep birokrasi yang banyak diterima sampai sekarang adalah teori yang dikembangkan oleh max weber yang mendefinisikan karakteristik suatu organisasi yang memaksimumkan stabilitas dan untuk mengendalikan anggota organisasi dalam rangka mencapai tujuan bersama.
sebagaimana dikemukan gibson, et, al, (1989:391) bahwa : birokrasi (berdasarkan konsep weber) lebih unggul dari setiap bentuk apapun juga dalam hal ketepatan stabilitas, disiplin dan kepercayaan. sehingga birokrasi memungkinkan untuk dapat mencapai efisiensi dan efektivitas.
tipe ideal birokrasi yang digambarkan weber tersebut dirangkum oleh martin albrow dalam warwick (1975:4) pada empat ciri utama, yaitu :
1#
adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi (a hierarchical structure involving delegation of authority from the top to the bottom of an organization)
2#
adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang tegas (a series of official positions or offices, each having prescribed duties and responsibilities)
3#
adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi dan standar-standar formal yang mengatur tata kerja organisasi dan tingkah laku para anggotanya (formal rules, regulations and standards governing operations of the organization and behavior of its members)
4#
adanya personil yang secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan atas dasar karir, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan penampilan (technically qualified personel employed an a career basis, with promotion based on qualifications and performance)
pemahaman yang sama dikemukakan oleh moorhead dan griffin (1992:585) bahwa : birokrasi adalah struktur organisasi yang diperkenalkan oleh weber dengan karakteristik adanya hirarki wewenang, sistem prosedur, peraturan, dan pembagian kerja. konsep birokrasi yang dikemukakan weber pada dasarnya mencakup logika, rasionalitas, dan efisiensi, karena merupakan suatu pendekatan yang paling efisien.
sedang benveniste (1987:6) mendefinisikan : birokrasi sebagai suatu organisasi besar dimana peraturan-peraturan dan rutinitas digunakan secara berlebihan, disamping juga terlalu tingginya tingkat hirarki, sehingga karyawan diarahkan menangani pekerjaan yang terspesialisasi dan dilakukan berulang-ulang, disamping juga organisasi dibagi ke dalam unit-unit kecil sehingga struktur organisasi menjadi kompleks dengan pembuatan keputusan yang berkepanjangan.
selanjutnya thoha (1995:181) menjelaskan bahwa “ kualitas layanan sangat tergantung pada bagaimana pelayanan itu diberikan oleh anggota dan sistem yang dipakai dalam organisasi”. artinya aktivitas organisasi adalah aktivitas orang-orang, sedangkan orang atau manusia adalah unsur utama dalam setiap organisasi. sebagaimana dikemukakan winardi (1989:1) bahwa : organisasi-organisasi di bentuk oleh manusia untuk mencapai tujuan atau sasaran-sasaran tertentu, dan oleh karena komponen pokok organisasi adalah manusia maka sebenarnya perilaku organisasi tidak lain dari perilaku manusia di dalam organisasi yang bersangkutan.
berkenaan dengan konsep perilaku tersebut ndraha (1999:65) menjelaskan bahwa perilaku adalah : operasionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang atau suatu kelompok dalam atau terhadap suatu (situasi dan kondisi) lingkungan (masyarakat, alam, teknologi atau organisasi), sementara sikap adalah operasionalisasi dan aktualisasi pendirian.
hal yang sama dikemukakan pula oleh paramita (1985:10) dalam penelitiannya mengenai struktur organisasi di indonesia, bahwa : posisi semua dimensi struktur organisasi tertentu akan berbentuk gambaran strukturnya, sehingga mungkin untuk memberi ciri pada organisasi berdasarkan gambaran strukturnya dan aktivitas anggotanya.
untuk itu terdapat beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat perilaku birokrasi suatu organisasi, sebagaimana gibson, et, al, (1989:340) mengemukakan bahwa : walaupun sulit untuk mendapatkan pemahaman yang universal tentang dimensi struktural organisasi, namun ada beberapa dimensi yang selalu mencul dari beberapa pengertian birokrasi suatu organisasi, yaitu formalisasi, sentralisasi dan kompleksitas.
menurut ndraha (1989:63) “laku yang rasional disebut aktivitas, dan aktivitas mempengaruhi, baik produktivitas maupun kualitas hidup manusia yang bersangkutan”. oleh karena satuan perilaku yang utama adalah aktivitas, maka perilaku birokrasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah operasionalisasi dan aktualisasi sikap aparatus yang tampak dalam aktivitas pekerjaannya.
dalam ilmu pemerintahan, ndraha (2000:7) mengemukakan bahwa: sebagai unit kerja publik, pemerintah bekerja guna memenuhi (memproduksi, mentransfer, mendistribusikan) dan melindungi kebutuhan, kepentingan dan tuntutan pihak yang diperintah sebagai konsumer dan sovereign, akan jasa-publik dan layanan civil, dalam hubungan pemerintahan.
dengan demikian, masyarakat sebagai konsumer produk-produk pemerintahan berhadapan dengan pemerintah sebagai produser dan distributor dalam posisi sejajar, yang satu tidak berada dibawah yang lain. oleh karena itu posisi yang diperintah sebagai konsumer erat sekali berkaitan dengan posisi sovereign. melalui posisi sebagai sovereign, masyarakat memesan, mengamanatkan, menuntut dan mengontrol pemerintah, sehingga jasa publik dan layanan civil bisa dirasakan oleh setiap orang pada saat dibutuhkan dalam jumlah dan mutu yang memadai.
lebih lanjut ndraha (1999:58) mengemukakan bahwa : public dalam public policy yang menjadi dasar bagi pelayanan-publik adalah hal yang menyangkut kepentingan masyarakat umum. berbeda dengan jasa-pasar yang dapat dijual-belikan menurut mekanisme pasar (misalnya jasa bank, jasa swasta, jasa dokter), jasa publik (produk yang menyangkut kebutuhan hidup orang banyak, dari masyarakat lapisan bawah, seperti air minum, jalan raya, listrik, telkom, proses produksinya disebut pelayanan-publik) diproduksi dan dijual-belikan dibawah kontrol pemerintah.
untuk mengetahui ukuran yang dipertimbangkan publik dalam menilai kualitas pelayanan, rene t. domingo dalam triguno (1999:77) mengemukakan bahwa “ dimensi kualitas pelayanan dapat dikur melalui waktu, ketepatan, kehormatan, kepekaan, kelengkapan, kesiapan, kenyamanan dan lingkungan ”.
sedangkan gaspersz dalam lukman (1998:8) mengemukakan dimensi kualitas pelayanan meliputi :
1.ketepatan waktu pelayanan
2. akurasi pelayanan
3. kesopanan, keramahan dalam memberikan pelayanan
4. tanggung jawab
5. kelengkapan
6. kemudahan mendapatkan pelayanan
7. variasi model pelayanan
8. pelayanan pribadi
9. kenyamanan dalam memperoleh pelayanan dan
10. atribut pendukung pelayanan lainnya.
bahwa terdapat perbedaan antara pelayanan dengan layanan, sebagaimana dijelaskan ndraha (1998:6) “ pelayanan (proses) meliputi input, proses, output dan outcome sedangkan layanan (output) hanya mencakup output dan outcome saja”. berdasarkan pemahaman tersebut, maka dalam penelitian ini yang menjadi fokus kajian adalah outputnya saja (layanan).
pelayanan kepada masyarakat merupakan suatu bentuk interaksi atau hubungan antara penyedia layanan dan penerima layanan. dengan kata lain dalam hubungan pemerintahan terkandung makna adanya organisasi yang memerintah dan masyarakat yang diperintah.
birokrasi merupakan organisasi atau unit kerja publik yang berfungsi sebagai provider layanan. konsep birokrasi yang banyak diterima sampai sekarang adalah teori yang dikembangkan oleh max weber yang mendefinisikan karakteristik suatu organisasi yang memaksimumkan stabilitas dan untuk mengendalikan anggota organisasi dalam rangka mencapai tujuan bersama.
sebagaimana dikemukan gibson, et, al, (1989:391) bahwa : birokrasi (berdasarkan konsep weber) lebih unggul dari setiap bentuk apapun juga dalam hal ketepatan stabilitas, disiplin dan kepercayaan. sehingga birokrasi memungkinkan untuk dapat mencapai efisiensi dan efektivitas.
tipe ideal birokrasi yang digambarkan weber tersebut dirangkum oleh martin albrow dalam warwick (1975:4) pada empat ciri utama, yaitu :
1#
adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi (a hierarchical structure involving delegation of authority from the top to the bottom of an organization)
2#
adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang tegas (a series of official positions or offices, each having prescribed duties and responsibilities)
3#
adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi dan standar-standar formal yang mengatur tata kerja organisasi dan tingkah laku para anggotanya (formal rules, regulations and standards governing operations of the organization and behavior of its members)
4#
adanya personil yang secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan atas dasar karir, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan penampilan (technically qualified personel employed an a career basis, with promotion based on qualifications and performance)
pemahaman yang sama dikemukakan oleh moorhead dan griffin (1992:585) bahwa : birokrasi adalah struktur organisasi yang diperkenalkan oleh weber dengan karakteristik adanya hirarki wewenang, sistem prosedur, peraturan, dan pembagian kerja. konsep birokrasi yang dikemukakan weber pada dasarnya mencakup logika, rasionalitas, dan efisiensi, karena merupakan suatu pendekatan yang paling efisien.
sedang benveniste (1987:6) mendefinisikan : birokrasi sebagai suatu organisasi besar dimana peraturan-peraturan dan rutinitas digunakan secara berlebihan, disamping juga terlalu tingginya tingkat hirarki, sehingga karyawan diarahkan menangani pekerjaan yang terspesialisasi dan dilakukan berulang-ulang, disamping juga organisasi dibagi ke dalam unit-unit kecil sehingga struktur organisasi menjadi kompleks dengan pembuatan keputusan yang berkepanjangan.
selanjutnya thoha (1995:181) menjelaskan bahwa “ kualitas layanan sangat tergantung pada bagaimana pelayanan itu diberikan oleh anggota dan sistem yang dipakai dalam organisasi”. artinya aktivitas organisasi adalah aktivitas orang-orang, sedangkan orang atau manusia adalah unsur utama dalam setiap organisasi. sebagaimana dikemukakan winardi (1989:1) bahwa : organisasi-organisasi di bentuk oleh manusia untuk mencapai tujuan atau sasaran-sasaran tertentu, dan oleh karena komponen pokok organisasi adalah manusia maka sebenarnya perilaku organisasi tidak lain dari perilaku manusia di dalam organisasi yang bersangkutan.
berkenaan dengan konsep perilaku tersebut ndraha (1999:65) menjelaskan bahwa perilaku adalah : operasionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang atau suatu kelompok dalam atau terhadap suatu (situasi dan kondisi) lingkungan (masyarakat, alam, teknologi atau organisasi), sementara sikap adalah operasionalisasi dan aktualisasi pendirian.
hal yang sama dikemukakan pula oleh paramita (1985:10) dalam penelitiannya mengenai struktur organisasi di indonesia, bahwa : posisi semua dimensi struktur organisasi tertentu akan berbentuk gambaran strukturnya, sehingga mungkin untuk memberi ciri pada organisasi berdasarkan gambaran strukturnya dan aktivitas anggotanya.
untuk itu terdapat beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat perilaku birokrasi suatu organisasi, sebagaimana gibson, et, al, (1989:340) mengemukakan bahwa : walaupun sulit untuk mendapatkan pemahaman yang universal tentang dimensi struktural organisasi, namun ada beberapa dimensi yang selalu mencul dari beberapa pengertian birokrasi suatu organisasi, yaitu formalisasi, sentralisasi dan kompleksitas.
menurut ndraha (1989:63) “laku yang rasional disebut aktivitas, dan aktivitas mempengaruhi, baik produktivitas maupun kualitas hidup manusia yang bersangkutan”. oleh karena satuan perilaku yang utama adalah aktivitas, maka perilaku birokrasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah operasionalisasi dan aktualisasi sikap aparatus yang tampak dalam aktivitas pekerjaannya.
Bagaimana Gambaran dari Proses
Pelayanan Publik
dalam
kajian ilmu pengetahuan, konsep pelayanan publik sebenarnya
bukan merupakan konsep yang baru, secara filosofi kemunculan ilmu administrasi
negara sebetulnya terkait erat dengan konsep pelayanan publik. nicholy henry
(1988:22) mengemukakan bagaimana hubungan administrasi negara dengan
kepentingan publik. dalam bahasan tersebut henry menyimpulkan bahwa tuntutan
terhadap peran administration (birokrasi) dalam pelayanan publik telah menjadi
kajian yang sangat filosofis dan berumur panjang jauh sebelum ilmu administrasi
negara itu sendiri muncul dan berkembang. dari analisisnya henry mengemukakan
konklusi bahwa sesungguhnya pelayanan publik merupakan
jiwa dasar dari penyelenggaraan administrasi negara. dalam hubungan ini dapat
dipahami jika kehidupan manusia diwarnai oleh tuntutan terhadap pemenuhan
kebutuhan hidupnya. pemenuhan kebutuhan hidup terebut ada yang diperoleh
melalui mekanisme pasar dan ada pula yang diperoleh tidak melalui mekanisme
pasar.
kebutuhan manusia yang tidak dapat diperoleh melalui mekanisme pasar antara lain adalah layanan civil yang hanya disediakan oleh pemerintah. layanan civil tersebut diberikan oleh pemerintah atas dasar “civil right” yang dimiliki oleh setiap warga negara.
dalam situasi seperti ini tentunya menjadi tugas pemerintah untuk mewujudkan pelayanan itu. dalam hal ini pemerintah adalah lembaga yang memproduksi, mendistribusikan atau memberikan alat pemenuhan kebutuhan rakyat yang berupa pelayanan publik. dengan demikian secara eksplisit dapat dikatakan bahwa pemberian pelayanan publik merupakan jenis pelayanan yang dimonopoli oleh pemerintah. hal ini dapat dipahami mengingat pelayanan civil merupakan bagian dari fungsi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat.
sebagai fungsi pemerintah maka pelayanan publik tidak hanya semata bersifat “profit orientied” tetapi lebih beorientasi sosial, yaitu penguatan dan pemberdayaan masyarakat. karena itu penentuan dari proses pelayanan publik tidak bisa dilakukan dengan pendekatan bisnis, tetapi pendekatan yang paling tepat adalah pendekatan sosial (social approach), karena yang paling tahu akan baiknya pelayanan yang diberikan adalaha masyarakat.
seiring dengan peningkatan kehidupan manusia, maka tuntutan akan pelayanan publik semakin meningkat, dimana masyarakat bukan hanya mengharapkan terpenuhinya kebutuhan akan pelayanan yang baik dari pemerintah, tetapi lebih dari itu masyarakat mulai mempertanyakan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.
kualitas pada dasarnya terkait dengan pelayanan yang terbaik, yaitu suatu sikap atau cara aparat dalam melayani pelanggan atau masyarakat secara memuaskan, menurut saefullah (1999:9) bahwa “penilaian tentang kualitas pelayanan bukan berdasarkan pengakuan dari yang memberi pelayanan, tetapi diberikan oleh langganan atau pihak yang menerima pelayanan“. sedangkan menurut triguno (1997:78) pelayan terbaik yaitu melayani setiap saat, secara cepat dan memuaskan, berlaku sopan, ramah dan menolong serta profesional dan mampu.
sementara wyckof (dalam tjiptono 1996:59) mengartikan kualitas jasa atau layanan, yaitu : tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan ini berarti, bila jasa atau layanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan diharapkan, maka kualitas jasa atau layanan dipersepsikan baik dan memuaskan, jika kualitas jasa atau layanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas jasa atau layanan akan dipersepsikan buruk.
Untuk itu fungsi pemerintah bukan hanya terbatas pada aktivitas pemberian pelayanan kepada masyarakat, tetapi juga harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan kepada masyarakat betul-betul berkualitas.
kebutuhan manusia yang tidak dapat diperoleh melalui mekanisme pasar antara lain adalah layanan civil yang hanya disediakan oleh pemerintah. layanan civil tersebut diberikan oleh pemerintah atas dasar “civil right” yang dimiliki oleh setiap warga negara.
dalam situasi seperti ini tentunya menjadi tugas pemerintah untuk mewujudkan pelayanan itu. dalam hal ini pemerintah adalah lembaga yang memproduksi, mendistribusikan atau memberikan alat pemenuhan kebutuhan rakyat yang berupa pelayanan publik. dengan demikian secara eksplisit dapat dikatakan bahwa pemberian pelayanan publik merupakan jenis pelayanan yang dimonopoli oleh pemerintah. hal ini dapat dipahami mengingat pelayanan civil merupakan bagian dari fungsi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat.
sebagai fungsi pemerintah maka pelayanan publik tidak hanya semata bersifat “profit orientied” tetapi lebih beorientasi sosial, yaitu penguatan dan pemberdayaan masyarakat. karena itu penentuan dari proses pelayanan publik tidak bisa dilakukan dengan pendekatan bisnis, tetapi pendekatan yang paling tepat adalah pendekatan sosial (social approach), karena yang paling tahu akan baiknya pelayanan yang diberikan adalaha masyarakat.
seiring dengan peningkatan kehidupan manusia, maka tuntutan akan pelayanan publik semakin meningkat, dimana masyarakat bukan hanya mengharapkan terpenuhinya kebutuhan akan pelayanan yang baik dari pemerintah, tetapi lebih dari itu masyarakat mulai mempertanyakan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.
kualitas pada dasarnya terkait dengan pelayanan yang terbaik, yaitu suatu sikap atau cara aparat dalam melayani pelanggan atau masyarakat secara memuaskan, menurut saefullah (1999:9) bahwa “penilaian tentang kualitas pelayanan bukan berdasarkan pengakuan dari yang memberi pelayanan, tetapi diberikan oleh langganan atau pihak yang menerima pelayanan“. sedangkan menurut triguno (1997:78) pelayan terbaik yaitu melayani setiap saat, secara cepat dan memuaskan, berlaku sopan, ramah dan menolong serta profesional dan mampu.
sementara wyckof (dalam tjiptono 1996:59) mengartikan kualitas jasa atau layanan, yaitu : tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan ini berarti, bila jasa atau layanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan diharapkan, maka kualitas jasa atau layanan dipersepsikan baik dan memuaskan, jika kualitas jasa atau layanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas jasa atau layanan akan dipersepsikan buruk.
Untuk itu fungsi pemerintah bukan hanya terbatas pada aktivitas pemberian pelayanan kepada masyarakat, tetapi juga harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan kepada masyarakat betul-betul berkualitas.
Unit Pelayanan Publik
Unit Pelayanan Publik Kementerian Perindustrian (UPP)
merupakan unit kerja non struktural yang melakukan kegiatan penyelengaraan
pelayanan publik di lingkungan Kementerian Perindustrian. Tugas
UPP adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat atau badan hukum atas
permintaan informasi, konsultasi, dan pelaksanaan pelayanan publik yang berada
pada ruang lingkupnya.
Ruang lingkup UPP Pusat adalah memberikan informasi,
konsultasi, dan pelaksanaan pelayanan publik yang berada pada Direktorat
Jenderal Industri Agro, Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur,
Direktorat Jenderal Industri Unggulan Basis Teknoligi Tinggi,
Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Direktorat
Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri dan LS Pro Badan Pengkajian
Kebijakan Iklim dan Mutu Industri.
Sedangkan ruang lingkup UPP Daerah disesuaikan dengan
masing-masing Unit Pelaksana Teknis dan Unit Pendidikan di Lingkungan
Kementerian Perindustrian.
Asas Pelayanan UPP
1. Transparan. Bersifat
terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan
disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas. Dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional. Sesuai
dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap
berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
4. Partisipatif. Mendorong
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan
memperhatikan aspirasi , kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan
Hak. Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku , ras, agama,
golongan, gender dan status ekonomi.
6. Keseimbangan
Hak dan Kewajiban. Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi
hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai ketentuan yang berlaku.
0 komentar:
Posting Komentar